Bantul SURYAPOS – Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri bersama Polda DI Yogyakarta, berhasil mengungkap kasus Produksi dan Peredaran gelap obat keras/berbahaya, yang melibatkan jaringan Jabar – DKI Jakarta – Jatim – Kalimantan Selatan, yang menempati gudang di jalan IKIP PGRI No 158 Kalurahan Ngestiharjo Kapanewon Kasihan Bantul, pada Senin (27/9).
Menurut Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Pol Agus Andrianto pada awak media saat konferensi pers menuturkan jika, pengungkapan tempat produksi obat keras di wilayah hukum Polda DI Yogyakarta, sebagai upaya untuk mengurangi serta menghentikan peredaran obat keras terlarang, yang dapat berpotensi mengganggu kesehatan di masyarakat.
“Mabes Polri memberikan apresiasi kepada jajaran kewilayahan yang telah mengumpulkan informasi serta penangkapan terhadap terduga pelaku yang memproduksi obat keras berbahaya“, ujar Jenderal Bintang Tiga ini.
Lebih lanjut Kabareskrim menyampaikan jika, tempat produksi obat keras berbahaya ini memproduksi berbagai obat keras yang berupa, Hexymer, Trihex, DMP, Double L dan Irgaphan.
“Dalam penggrebekan yang dilakukan pada Selasa (21/9) turut diamankan satu orang terduga pelaku An WZ, AR sebagai karyawan, LSK alias DA sebagai atasan AR,berikut bahan baku pembuatan obat keras berbahaya dan hasil produksinya yang siap edar serta satu orang dimasukkan sebagai DPO, yakni EY”, tambah Agus.
Sementara itu Direktur Tindak Pidana Narkoba Mabes Polri, Brigjen Krisno menambahkan jika, tempat pembuatan obat keras berbahaya ini mampu menghasilkan 2 juta butir perhari dengan biaya produksi mencapai Rp 2-3 M, yang dikirim ke daerah lain, dan jaringan ini merupakan level 3 besar yang berhasil di ungkap oleh jajarannya.
“Kami akan terus melakukan pengembangan kasus ini, mengingat obat keras ini sangat berbahaya dampaknya ketika beredar di masyarakat dan sangat rentan disalahkan gunakan“, ujat Krisno.
Para terduga pelaku akan dijerat dengan pasal 60 UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja atas perubahan pasal 197 UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan subsider pasal 196 dan/atau pasal 198 UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan juncto pasal 55 KUHP.