Yogyakarta, SURYAPOS.id – Keraton Yogyakarta bersama BPBD DIY serta Dinas Damkarmat Kota Yogyakarta menggelar pelatihan Manajemen Keselamatan Kebakaran Gedung (MKKG) bagi 80 Abdi Dalem, Senin (17/11/2025). Pelatihan ini menjadi upaya strategis meningkatkan kesiapsiagaan kebakaran di kompleks Keraton yang memiliki keterbatasan akses bagi armada pemadam.
Berbeda dari bangunan publik modern, kawasan inti Keraton memiliki lorong dan ruang-ruang yang tidak memungkinkan kendaraan pemadam untuk masuk. Kondisi itu menjadikan Abdi Dalem sebagai pihak pertama yang harus mampu merespons ketika potensi kebakaran terjadi.
Baca juga: Tiga Motor Terlibat Kecelakaan di Jalan Jogja-Wonosari, Satu Pengendara Alami Patah Tulang
Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu yang hadir langsung dalam kegiatan tersebut menegaskan bahwa aspek fisik Keraton menjadi tantangan utama dalam mitigasi. “Keraton aksesnya sangat susah. Kalau amit-amit ada kejadian di dalam, kendaraan pemadam tidak bisa masuk. Maka kami harus memastikan semua yang ada di Keraton benar-benar siap,” ujarnya.
Ia menambahkan, sebagian besar Abdi Dalem yang bertugas merupakan warga lanjut usia sehingga perlu pendampingan khusus. “Banyak Abdi Dalem yang sudah sepuh, jadi latihan seperti ini memang diperlukan,” kata GKR Hayu.
Baca juga: Tak Pakai Helm hingga Balap Liar, Ini Sasaran Operasi Zebra Progo di Gunungkidul
GKR Hayu juga mengapresiasi dukungan berbagai pihak dalam penyelenggaraan pelatihan yang dianggap penting bagi pelestarian nilai Keraton. Menurutnya, banyak unsur budaya di dalam kompleks Keraton tidak dapat diganti apabila terjadi kerusakan. “Banyak hal di Keraton itu tidak bisa di-replace, jadi saya sangat berterima kasih kepada semua pihak yang membantu kami lebih siap jika ada bencana,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD DIY, Agustinus Ruruh Haryata, menilai Keraton Yogyakarta bukan sekadar bangunan cagar budaya, tetapi ruang peradaban yang hidup. Ia menyebut setiap struktur dan sumbu Keraton menjadi saksi perjalanan panjang sejarah Nusantara.
Agustinus menekankan bahwa pelatihan ini tidak alleen bertujuan meningkatkan keterampilan teknis, tetapi juga membangun budaya siaga di lingkungan Keraton. Menurutnya, membentuk mental kewaspadaan merupakan pilar penting dalam perlindungan kawasan bernilai historis tinggi tersebut.
Pelatihan mencakup pemahaman kognitif, keterampilan psikomotorik seperti penggunaan APAR dan pemadaman dengan karung basah, serta pembentukan sikap siaga. Pada penutupan kegiatan, para peserta menerima sertifikat yang dipandang sebagai simbol tanggung jawab baru dalam menjaga keselamatan Keraton.
Agustinus menambahkan, penguatan mitigasi ini sejalan dengan berbagai potensi bencana di DIY seperti banjir, tanah longsor, dan erupsi gunung api. Ia menilai pelatihan di Keraton dapat menjadi contoh kolaborasi lintas lembaga dalam menjaga ruang budaya yang terus hidup di tengah masyarakat.

















