KAYU123
Ekonomi & BisnisIptekSosial

Transisi Energi Indonesia 2020–2025: Arah Kebijakan, Dampak Ketenagakerjaan, dan Perilaku Konsumen Bahan Bakar Alternatif

×

Transisi Energi Indonesia 2020–2025: Arah Kebijakan, Dampak Ketenagakerjaan, dan Perilaku Konsumen Bahan Bakar Alternatif

Share this article
IFMAC 2025 | JAKARTA

Yogyakarta, SURYAPOS – (18/08/2025). Sejak 2020, Indonesia menapaki transisi energi melalui dorongan biofuel (B30 menjadi B35), dorongan kendaraan listrik (EV), serta perencanaan kelistrikan yang lebih “hijau.” Di sisi pendanaan dan tata kelola, lahir Kemitraan Transisi Energi yang Adil (Just Energy Transition Partnership/JETP). Langkah-langkah ini menggeser pola kerja dan keterampilan yang dibutuhkan—khususnya di sektor batu bara menuju rantai nilai energi terbarukan—serta mengubah pilihan konsumen terhadap bahan bakar alternatif seperti biodiesel, bioetanol, dan listrik. Namun, pencapaian target bauran energi terbarukan 23% pada 2025 masih menantang, dan aspek “keadilan transisi” bagi pekerja serta keterjangkauan bagi konsumen menjadi pekerjaan rumah utama. IESRClimate Transparency1) Lanskap kebijakan & pendanaan (2020–2025)RUPTL dan bauran energi. RUPTL PLN 2021–2030 dikenal sebagai RUPTL “terhijau” dengan porsi penambahan pembangkit energi terbarukan ±21 GW dalam satu dekade—mengarahkan investasi jaringan dan integrasi VRE (surya/angin). Pada pembaruan rencana 2025, pemerintah menargetkan total tambahan kapasitas listrik ~69,5 GW dengan 42,6 GW di antaranya dari EBT, mengindikasikan eskalasi ambisi meski eksekusi masih krusial. PT PLN. Pada 2022–2023, Indonesia meluncurkan JETP dan dokumen Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) (21 November 2023) yang memetakan kebutuhan investasi, reformasi kebijakan, dan fokus investasi (jaringan transmisi; pensiun dini PLTU; akselerasi EBT baseload dan variabel; serta rantai pasok EBT). Implementasi mengalami dinamika—dari penataan skema pensiun dini PLTU hingga ketidakpastian komitmen pihak-pihak internasional—namun JETP tetap menjadi payung koordinasi penting untuk pembiayaan transisi. Indonesia mempertahankan target bauran EBT 23% pada 2025 dan peta jalan jangka panjang menuju NZE 2060 (atau lebih cepat). Namun, pada 2024–2025, berbagai analisis independen menilai realisasi bauran EBT masih sekitar belasan persen, sehingga “gap” implementasi tetap nyata.

Biofuel & bahan bakar alternatif: apa artinya bagi konsumen?

PASARKAYU

Lompatan paling terasa bagi konsumen solar terjadi pada 1 Februari 2023, ketika mandatori bahan bakar B35 (35% FAME sawit + 65% diesel) mulai berlaku nasional. Sepanjang 2023, penyaluran biodiesel dilaporkan menembus sekitar 12–13 miliar liter, dan kuota 2024 ditetapkan ~13,4 juta kL—mencerminkan kebijakan substitusi impor dan pengurangan emisi sektor transportasi darat. Dampak ke konsumen: daya beli relatif stabil karena biodiesel disalurkan pada segmen bersubsidi/terkendali : operator logistik, ketergantungan ke kualitas FAME dan manajemen rantai pasok menjadi faktor operasional penting.

Pada Juli 2023, Pertamina meluncurkan Pertamax Green 95 (RON 95 dengan campuran 5% bioetanol) di SPBU terbatas di Jakarta dan Surabaya—sebagai pemanasan kebijakan bensin terbarukan yang ditahan sejak 2009. Konsumen dengan kendaraan bensin RON tinggi memperoleh opsi yang lebih rendah jejak karbonnya, walau pada fase awal jangkauan dan harga menjadi kendala adopsi massal. (Otoritas dan media juga menyebut rencana kenaikan campuran menjadi ±8% seiring ketersediaan etanol.)

Sejak April 2023 hingga 2024–2025, pemerintah memberikan potongan PPN menjadi 1% bagi EV yang memenuhi TKDN serta insentif fiskal lain (relaksasi PPnBM hingga pembebasan bea masuk impor tertentu). Bagi konsumen, hal ini menurunkan harga beli dan memperluas pilihan merek—terutama dari produsen Tiongkok—seraya memicu pertumbuhan penjualan pada 2025. Namun, hambatan infrastruktur pengisian dan persepsi biaya total kepemilikan tetap menjadi faktor perlambatan pada proses adopsi cepat di level konsumen.

Dampak pasar kerja: risiko di batu bara, peluang di EBT (Energi Baru Terbarukan)

Literatur ILO (International Labour Organizationsocial) menegaskan bahwa phase-out batu bara berpotensi menimbulkan tekanan ketenagakerjaan di daerah tambang (mis. Kalimantan Timur, Sumatra Selatan), baik pekerjaan langsung maupun rantai pasok lokal. Karena itu, “just transition” menuntut paket lengkap—pemetaaan keterampilan, reskilling/ups-killing, perlindungan sosial, dan diversifikasi ekonomi daerah. Di sisi lain, kesempatan kerja di energi terbarukan—terutama surya dan bioenergi—terus meningkat.

Berbagai studi (GGGI/IESR/IRENA) mengindikasikan jutaan peluang kerja baru secara nasional hingga 2030, dengan catatan kesiapan SDM dan standardisasi kompetensi teknis masih harus dikejar. Untuk Indonesia, estimasi yang dikutip IESR menunjukkan potensi 2,1–3,7 juta pekerjaan langsung di EBT pada 2030, disertai efek pengganda pekerjaan tidak langsung di sektor pendukung. Ketidakpastian implementasi memengaruhi ritme penyerapan tenaga kerja. Keberhasilan proses penghentian operasi PLTU secara cepat dan percepatan proyek EBT (bersih dari bottleneck lisensi, kepastian offtake, akses jaringan/transmisi) akan menentukan kurva penciptaan kerja. Keterlambatan transaksi penghentian operasi PLTU atau perubahan komitmen pendanaan internasional dapat menahan laju re-skilling dan investasi SDM setempat.

Ketersediaan dan kualitas bahan bakar: B35 membuat campuran biodiesel menjadi standar di segmen solar; dampaknya relatif mulus menurut data penyaluran 2023–2024, meski isu operasional seperti stabilitas oksidasi, cold flow, dan manajemen logistik FAME harus terus diawasi. Pertamina memperkenalkan Pertamax Green 95, bioetanol ke pasar bensin—awalnya di kota besar dan volume terbatas. Konsumen masih di tahap menimbang harga vs manfaat lingkungan/performansi pada mesin kendaraan

Tarik-ulur adopsi EV

Insentif fiskal menurunkan harga kendaraan listrik memberikan stimulan pada pasar otomotif. Brand EV baru bermunculan, penjualan mulai terdongkrak pada 2025; namun jangkauan SPKLU, keandalan jaringan, dan kebiasaan pengguna (khususnya pemotor) menjadi faktor kunci adopsi secara luas. Tantangan utama adalah Bauran EBT 23% pada 2025 sulit dicapai tanpa akselerasi proyek dan penguatan di level penyediaan dan pelayanan stasiun pengisian data listrik. Sementara pembangkit listrik energi suryadan angin menuntut jaringan kuat dan fleksibel (storage, demand response, dan pembangkit fleksibel). Fokus investasi JETP/CIPP memang menempatkan transmission & system sebagai prioritas.

Keadilan pada Proses Transisi Energi di Level Pekerja Tambang

Daerah batu bara butuh road map diversifikasi ekonomi yang realistis, plus kerangka perlindungan sosial aktif. International Labour Organization mempunyai standar pengaturan yg wajib ditaati agar proses transisi tidak mengorbankan kaum buruh tambang. Hal ini membutuhkan undang-undang dan keterlibatan legislatif, kementrian tenaga kerja dan perusahaan pengelola tambang. Agar ditemukan solusi yang saling menguntungkan dan tidak berdampak pada pemutusan hubungan kerja

Keterjangkauan konsumen: Biofuel dan EV

Perlu desain harga/insentif yang menjaga affordability tanpa menimbulkan distorsi fiskal jangka panjang. Bukti awal menunjukkan adopsi bioetanol masih terbatas karena harga premium dan suplai etanol domestik. Rekomendasi kebijakan terukur (2025 dan seterusnya) menjadi Kunci realisasi pipeline 21–42Gigawatt listrik EBT adalah perluasan transmisi interkoneksi antarpulau dan kapasitas fleksibilitas sistem. Jadikan CIPP JETP sebagai peta prioritas proyek transmisi dan storage, dengan tender yang transparan. Lakukan labour market mapping berbasis data, program reskilling (teknisi surya, konstruksi jaringan, O&M turbin, bioenergi), penempatan ke proyek EBT prioritas, serta penguatan UMKM non-tambang sebagai bantalan ekonomi lokal.

SON

RHVAC INDONESIA 2025
AYO PASANG IKLAN
FLOORTECH INDONESIA 2025

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

IFMAC 2025 | JAKARTA