Yogyakarta SURYAPOS – Masyarakat disepanjang Kali Progo, yang terdiri dari warga Padukuhan Jomboran dan Padukuhan Nanggulan Kalurahan Sendang Agung Kapanewon Minggir Kabupaten Sleman, serta warga Padukuhan Wiyu dan Padukuhan Pundak Wetan yang masuk di wilayah Kabupaten Kulon Progo yang tergabung dalam Paguyuban Masyarakat Kali Progo (PMKP) didampingi oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta, menggelar konferensi pers terkait dengan pemanggilan 18 orang warga mengenai penolakan aktivitas pertambangan di sepanjang Kali Progo yang melewati wilayah mereka.
Menurut Tandi yang juga Koordinator dari PMKP menuturkan pada SURYAPOS, terkait dengan pemanggilan 18 orang warga Jomboran Kapanewon Minggir Kabupaten Sleman, oleh Polres Sleman sehingga saat ini sudah ditingkatkan statusnya menjadi proses penyidikan pada 7 Oktober 2021.

“Pemanggilan tersebut didasari oleh laporan dari pihak penambang, pasca aksi Penolakan masyarakat terhadap aktivitas pertambangan yang diselenggarakan pada bulan Desember 2020 di Sungai Progo”, ujar Tandi seusai konferensi pers di Kantor Walhi Yogyakarta.
Lebih lanjut disampaikan oleh Tandi, selaku pihak penambang, Pramudya Afgani melaporkan warga Jomboran atas dugaan pelanggaran pasal 170 KUHP, pasal 160 KUHP, pasal 335 KUHP serta pasal 162 Undang-Undang Minerba, padahal aksi yang dilakukan oleh masyarakat Jomboran merupakan peran serta masyarakat dalam menjaga kelestarian sungai Progo dan ekosistemnya.
“Upaya yang dilakukan oleh pihak penambang menurut kami adalah bentuk kriminalisasi terhadap masyarakat serta upaya menghentikan partisipasi masyarakat dalam menjaga kelestarian sungai Progo“, ujar Tandi.
Sementara itu menurut Iswanto, salah seorang perwakilan dari masyarakat Jomboran menuturkan pada SURYAPOS jika, aksi penolakan terhadap aktivitas penambangan itu dipicu dengan beroperasinya aktivitas yang dilakukan oleh PT Citra Mataram Konstruksi (CMK) dan Pramudya Afgani yang dilakukan di sepanjang sungai Progo.
“Dampak langsung dari aktivitas ini bukan hanya terjadi pada masyarakat Jomboran saja, melainkan juga di Padukuhan Nanggulan masuk Kabupaten Sleman, Padukuhan Wiyu dan Padukuhan Pundak Wetan masuk Kabupaten Kulon Progo, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Sleman“, ujar Iswanto.
Sementara itu, Himawan Kurniadi Direktur Walhi Yogyakarta dalam Konferensi Pers menyampaikan bahwa, Walhi Yogyakarta akan terus mengawal warga yang tergabung dalam PMKP dalam aksinya menolak aktivitas pertambangan di sepanjang sungai Progo yang berada di Jomboran, Nanggulan Kabupaten Sleman dan di Wiyu dan Pundak Wetan Kabupaten Kulon Progo.
Sebanyak empat poin yang menjadi tuntutan dari masyarakat yang tergabung dalam PMKP adalah :
- Mendesak Kepolisian Republik Indonesia untuk menghentikan upaya kriminalisasi terhadap warga Jomboran yang sedang mempertahankan lingkungan hidup.
- Mendesak Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta, untuk menghentikan aktivitas pertambangan yang ada di sungai Progo/wilayah PMKP.
- Menuntut Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta untuk mencabut Izin Pertambangan atas nama Pramudya Afgani dan PT CMK.
- Menuntut Pramudya Afgani dan PT CMK untuk memulihkan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat aktivitas pertambangan.