Sobat Surya
Media sosial dapat menghubungkan antara pemilik informasi dengan audiensnya, karena melalui medsos berbagai informasi dapat membanjiri ruang publik dengan derasnya dan tanpa batas, yang bisa bersifat positif ataupun negatif, tergantung cara pemanfaatannya.
Masih kita ingat saat Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno mengungkap adanya indikasi permainan dalam karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri, hingga membuat Presiden Jokowi murka dan memerintahkan kepada Kapolri, Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo agar mengusut tuntas kasus tersebut.
Sebenarnya modus-modus pelanggaran karantina banyak ditemukan selama pandemi covid 19 berlangsung, dan yang langsung menjadi booming serta mendapatkan atensi adalah, laporan seorang warga negara Ukraina yang hendak berwisata ke pulau Bali bersama dengan putrinya dan menjalani karantina di sebuah hotel yang ada di Jakarta, dalam laporannya melalui media sosial dikatakan jika pada saat terakhir waktunya menjalani karantina, wisatawan tersebut dinyatakan positif virus covid 19, ketika hendak melakukan tes PCR ulang, dirinya hanya diperbolehkan melakukan tes di tempat yang telah disiapkan oleh hotel, hal ini menjadikannya semakin curiga karena pada saat yang bersamaan, dirinya ditawari dengan perpanjangan karantina yang menelan biaya besar, hingga wisatawan asal Ukraina tersebut mengadu pada Menparekraf Sandiaga Uno, melalui media sosialnya.
Dari sini bisa kita tarik sebuah kesimpulan, betapa dahsyat dampak dari pelaporan sebuah masalah jika langsung dilakukan di ruang publik, dalam hal ini adalah media sosial, karena banyak mengajarkan dari hal tersebut, begitu cepatnya para pengambil kebijakan memberikan langkah-langkah tindak lanjut penanganan terhadap pelaporan yang sudah berada pada ruang publik dan ini berbanding lurus dengan sosok seorang warga negara biasa, yang tidak mempunyai akses pada kekuasaan dan pada media sosial, seperti contoh kasus penganiayaan yang menimpa seorang warga Sleman (Basilius Agung Daru Wibowo) bagaimana sebuah pelaporan perkara pidana, belum ada tindak lanjut selama 3 tahun lebih, dimana sebenarnya perbedaan itu berada…….?
Atau bisa kita alihkan pandangan kita pada kasus warung tengkleng Bu Harsi di Solo, yang dalam waktu relatif singkat bisa begitu menjadi viral di media sosial saat dikabarkan warung tersebut dikeluhkan oleh banyak warganet karena harganya dinilai sangat mahal dan tidak masuk akal, bahkan sempat disematkan julukan, “warung ngepruk”, karena vitalnya kasus tersebut, warung tengkleng Bu Harsi Solo, sampai terseok-seok untuk sekedar bertahan eksis berjualan.
Dari beberapa contoh kasus tersebut sudah selayaknya kita sebagai pengguna media sosial, untuk bijak dalam menggunakan sarana tersebut serta jeli untuk memanfaatkan canggihnya teknologi tersebut, serta memanfaatkan secara benar dan bertanggung jawab.
Yogyakarta, 15 Februari 2022.
Salam Surya.