Yogyakarta SURYAPOS – Yogyakarta dikenal sebagai salah satu kota batik di Indonesia, yang mempunyai banyak ragam motif, namun tidak semua motif batik dari Yogyakarta bisa dipakai oleh masyarakat umum, ada beberapa motif batik yang masuk dalam batik larangan atau Awisan Dalem.
Menurut GKR Bendara, yang juga Penghageng Kawedanan Hageng Punokawan Nitya Budaya di Keraton Yogyakarta menuturkan saat menjadi pembicara dalam Seminar Jogja Internasional Batik Biennale (JIBB) 2021 jika, beberapa motif batik, terutama yang memiliki nilai falsafah tinggi dinyatakan sebagai batik larangan, adapun yang termasuk batik larangan di Keraton Yogyakarta adalah, Parang Rusak Barong, Parang Rusak Gendreh, Parang Klithik, Semen Gedhe Sawat Senthe, Parang-Parangan, Cemukiran, Kawung dan Huk.
Lebih lanjut disampaikan oleh GKR Bendara jika, setiap Sultan yang sedang bertahta memiliki kewenangan untuk menetapkan motif batik tertentu menjadi batik larangan, saat Pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VII, yang menjadi batik larangan adalah motif Huk dan Kawung, sedangkan larangan motif Parang, dimulai masa Pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII, yang bertahta pada tahun 1921 – 1939.
Batik larangan Keraton Yogyakarta atau Awisan Dalem adalah motif-motif batik yang penggunaannya terikat dengan aturan-aturan tertentu di Keraton Yogyakarta dan tidak semua orang boleh memakainya.
Keyakinan adanya kekuatan spiritual maupun makna filsafat yang terkandung dalam motif kain batik menjadikan salah satu hal yang melatarbelakangi adanya batik larangan di Yogyakarta, motif pada kain batik, dipercaya mampu menciptakan suasana yang religius serta memancarkan aura magis sesuai dengan makna yang dikandungnya, oleh karenanya beberapa motif kain batik, terutama yang mempunyai nilai falsafah tinggi, dinyatakan sebagai batik larangan.
Dengan kita mengetahui beberapa motif batik larangan, kita bisa memaknai batik bukan hanya sebuah kain, tapi juga kita mencoba memahami filosofi yang terkandung di dalamnya, sebagai bagian dari budaya leluhur kita.