Jakarta, SURYAPOS.id – Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menekankan pentingnya percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem di daerah. Hal ini disampaikan Pelaksana Harian (Plh.) Pusat Strategi Kebijakan (Pustrajakan) Kewilayahan, Kependudukan dan Pelayanan Publik (KKPP) BSKDN Faisal Syarif saat memimpin Rapat Pembahasan Policy Brief Strategi Percepatan Penurunan Angka Kemiskinan Ekstrem di Daerah di Ruang Rapat Pustrajakan KKPP pada Rabu, 14 Agustus 2024.
“Kemiskinan ekstrem tidak bisa dibiarkan terus berlangsung karena dampaknya sangat luas, mulai dari kesehatan, pendidikan, hingga produktivitas masyarakat, ini harus benar-benar diperhatikan,” jelas Faisal.
Dia menerangkan, kemiskinan ekstrem dapat diartikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasar meliputi kebutuhan makanan, air minum bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan dan akses informasi yang tidak hanya terbatas pada pendapatan, tetapi juga akses pada layanan sosial. Faisal menambahkan, penghapusan kemiskinan ekstrem bukan hanya menjadi target nasional tetapi juga tanggungjawab bersama seluruh pemangku kepentingan di daerah.
“Kolaborasi sangat diperlukan untuk mengatasi kemiskinan ekstrem, sehingga hasilnya dapat lebih maksimal,” tambahnya.
Berikutnya, menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah penduduk miskin Indonesia per Maret 2023 sebanyak 25,90 juta orang atau sekitar 9,36%. Jumlah ini menurun sebanyak sebanyak 250 ribu orang (year-on-year) dan menurun sebanyak 460 ribu orang jika dibandingkan dengan September 2022.
Sejalan dengan itu, kemiskinan ekstrem Indonesia menunjukkan tren penurunan yang signifikan dari 2,14% pada Maret 2021, berangsur menurun menjadi 2,04% pada Maret 2022, dan pada Maret 2023 menjadi hanya 1,12%. Apabila tren penurunan ini terus berlanjut, maka tak dapat dipungkiri bahwa Indonesia dapat memperoleh angka kemiskinan ekstrem mendekati nol pada tahun 2024, setidaknya di bawah 0,5%.
“Kemudian (daerah perlu) menyiapkan skema bagi masyarakat yang sudah keluar dari garis kemiskinan ekstrem, misalnya (penyediaan) lapangan kerja, pendampingan (atau pelatihan usaha untuk masyarakat) agar tidak kembali lagi ke garis kemiskinan ekstrem dan beragam langkah lainnya,” terang Faisal.
Faisal juga mengingatkan seluruh pemerintah daerah (pemda) mengenai strategi yang perlu dilakukan untuk keluar dari garis kemiskinan ekstrem. Strategi tersebut adalah dengan memperkuat program-program pemberdayaan masyarakat yang berbasis pada potensi lokal.
“Percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem dapat dilakukan dengan pendekatan yang strategis berdasarkan tingkat kemiskinan di berbagai wilayah dan potensi lokal yang dimiliki daerah tersebut,” pungkasnya.