Yogyakarta SURYAPOS – Perupa unjuk karya dalam pameran seni rupa AKARA yang bertajuk “Revitalisasi Ajaran, Permenungan, Kesaksian dan Cita Cita Bung Karno, di Gedung DPD PDI Perjuangan DI Yogyakarta Jln. Tentara Rakyat Mataram No. 47 Jetis Yogyakarta dari tanggal 5 hingga 30 Juni mendatang.
Pameran yang dibuka oleh Megawati Soekarnoputri secara virtual yang ditampilkan dalam videotron secara live streaming tersebut dihadiri Mensekab Pramono Anung, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, tokoh politik nasional Hasto Kristiyanto, aktris Krisdayanti, sejumlah fungsionaris DPD PDI Perjuangan DI Yogyakarta Nuryadi, S.Pd, RB Dwi Wahyu, beberapa anggora dewan DPRD Propinsi DIY maupun Kota/kabupaten, sejumlah seniman peserta pameran seperti Butet Kertarajasa, Dian Anggraini, Nasirun, Agus Kamal, Hadi Soesanto, Totok Buchori, Hermanu, Yuswantoro Adi, Bambang Heras, Susilo Budi Purwanto, Wayan Cahya, Ong Hari Wahyu, Sigit Santoso, Melodia, Bunga Jeruk, Sugijo Dwiarso dan lain lain menampilkan berbagai bentuk gaya lukisan yang lazim melekat pada karakter setiap seniman namun ada beberapa nuansa berbeda “diluar dugaan” dari kebiasaan berkaryanya.
Dalam sambutannya Megawati menyampaikan bahwa betapa seni itu bukan saja sebagai ekspresi daya cipta, tapi lebih dari itu, seni sejak masa perjuangan berperan penting dalam menggelorakan keIndonesiaan kita. Ada rekam jejak api perjuangan kemerdekaan Indonesia melalui seni. Seni memiliki kekuatan penggerak semangat nasionalisme, patriotisme dan gambaran menuju masyarakat yang memerdekakan bangsa ini secara adil dan makmur.
Setidaknya itu yang bisa saya rasakan dan alami saat berteman dengan para seniman kawan kawan Bung Karno pada masanya, demikian tutur Megawati.
Totok Hedi selaku ketua penyelenggara menyatakan, peringatan Bulan Bung Karno menjadi memori untuk selalu kita ingat ajaran nya bahwa bangsa kita harus berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Yogyakarta memiliki kenangan sangat melekat dengan upaya Bung Karno memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan. Kini Yogyakarta telah tumbuh menjadi bagian penting dari Indonesia dan menjadi kota yang berkepribadian dalam kebudayaan dan kesenian. Kantor PDI Perjuangan ini dibangun bukan sekedar kantor administrasi tapi sekaligus sebagai rumah rakyat dan rumah budaya, tempat bagi para seni rupawan memamerkan karyanya, demikian Totok Hedi yang juga inisiator acara tersebut.
Sebagai manajer program acara sekaligus ketua Bidang Kebudayaan DPD PDI Perjuangan, Eno Dewati saat ditemui SuryaPos menyampaikan, acara ini terselenggara dengan berpijak pada pemikiran Bung Karno bahwa kesenian dan kebudayaan adalah identitas dan jati diri bangsa, sudah semestinya kita sebagai penerus bangsa mengimplementasikan pemikiran dan gagasan gagasan besar Bung Karno itu dalam setiap memperjuangkan bangsanya. Pameran seni rupa menjadi pilihan pada perhelatan Bulan Bung Karno ini bukan saja karena Soekarno sebagai penggemar dan kolektor karya seni ciptaan seniman pribumi tapi PDI Perjuangan memang dekat dengan para seniman, pelaku seni dan kebudayaan.
Dua penulis turut menghantarkan catatannya yaitu ST Sunardi menguraikan betapa pada masa revolusi Soekarno yang identik sebagai tokoh sentralnya, terselip masa romantik hubungan antara seni dan politik, keduanya sangat dekat dengan dunia seniman. Pameran ini bisa dimaknai sebagai usaha romantisme dalam ritme perjuangan yang membekas dan akan terus terasa dalam sebuah pencarian lewat karya untuk menjadi energi Indonesia. Seolah romantisme Soekarno dalam alam pikiran, cerminan dan aktualisasi dirinya dihadirkan dalam lukisan lukisan yang terpajang di gedung cukup mewah yang menjadi kandang bagi kader kader banteng PDI Perjuangan itu.
Sementara penulis Wawan Kurniawan memaknai arti Akara dalam bahasa sansekerta yang berarti wujud atau rupa mengejawantah secara merdeka dari 78 perupa dalam menangkap gagasan dan perjuangan Soekarno sebagai “api” yang terus menyala hingga sekarang.
Disaat Soekarno berada dalam pengasingan sebagai tahanan penjajah Belanda, spirit dan keteguhan hatinya justru menjadi api yang berkobar untuk mewujudkan Indonesia merdeka. Pergolakan batin Soekarno dalam kontemplasi keterasingannya teraduk menjadi satu dan menghasilkan gagasan, ide ide, tulisan, konsep bernegara hingga membuahkan beberapa karya lukisan, puisi, naskah cerita dan lain lain.
Ditemui dalam suasana yang sama, seniman muda Camelia Mitasari mengekspresikan karyanya dengan melukis lambang Garuda Pancasila yang sedang ditumbuhi daun daun yang bermunculan dari balik buku buku kuno. “Pancasila harus terjaga abadi dari anasir anasir yang akan mengganggunya”, ucap Camelia. Karya Budi Ubruk yang selalu setia dengan obyeknya yang berbalut koran, kali ini membuat lukisan rimbunnya rumput ilalang liar berwarna merah yang berkesan gairah yang menyala. Lukisan dengan media akrilik tersebut diberi judul “tinggi tajam”. Juga pematung Wilman Syahnur, kali ini menghadirkan sebuah lukisan media cat acrilic dan diberi judul “air mata sang legenda”. Seluruh lukisan berukuran 110 x 110 cm terpajang rapi dalam sketsel merah mengisyaratkan sebagai semangat yang menyala dalam berkarya.