Tangerang SURYAPOS – Ada pemandangan menarik ketika kita jalan-jalan di Minggu pagi menyusuri kawasan di sekitar kampung Ilat, desa Pangadegan, kecamatan Pasar Kemis, kabupaten Tangerang, terlihat sekelompok pemuda desa setempat menyebar di area permakaman umum dan musholla dalam rangka bersih-bersih di kedua tempat fasilitas umum tersebut.
Kegiatan sosial yang sudah berjalan sekitar 1 (satu) tahun belakangan ini, dimotori oleh Nana Supriatna alias bang Pitung yang merupakan Ketua Aktivis pemuda kampung Ilat, menurut bang Pitung saat dikonfirmasi oleh SURYAPOS, aksi para pemuda di desanya ini berawal dari gagasan Ustadz Iswan yang prihatin dengan kondisi area tanah perkuburan dan kondisi musholla yang nampak tidak terurus, bak gayung bersambut, ide Ustadz Iswan langsung diapresiasi dan ditindaklanjuti dengan menunjuk bang Pitung sebagai penggerak pemuda desa untuk terlibat aktif dalam pelaksanaan.
Gerakan Sosial Anti Mainstream atau aksi para pemuda kampung Ilat ini adalah sebuah karya nyata sumbangsih pemuda pada negeri ini. Sebagai tulang punggung bangsa, mereka telah memberikan rekam jejak yang sejatinya adalah merupakan ciri dan jati diri pemuda Indonesia, dalam perjalanan sejarah, para pemudalah yang bergerak aktif dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia, yang dipimpin oleh Chaerul Saleh, para pemuda mengasingkan Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945, sampai puncaknya, Bung Karno dan Bung Hatta didaulat oleh para pemuda untuk segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia ke seluruh penjuru dunia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Terinspirasi oleh rekam jejak sejarah tersebutlah, pemuda-pemuda di kampung Ilat inipun tak segan menyingsingkan lengan baju untuk berjibaku memberi manfaat bagi lingkungan masyarakat di sekitarnya.
Sepintas, gerakan mereka adalah sesuatu yang sederhana, tetapi faktanya, gerakan mereka ini disambut dengan restu dan dukungan penuh dari penduduk sekitar, hal ini mengingat gerakan mereka lahir dari sebuah ketulusan untuk berkarya tanpa harus menanti uluran tangan pemerintah.
Aksi mereka ini adalah sebuah gerakan anti mainstream yang lahir di tengah generasi milenial yang amat gandrung dengan segala fasilitas teknologi yang mendukungnya. Berbanding terbalik dengan para pemuda kampung Ilat. Mereka nyata telah membumikan semangat gotong royong yang sudah mengakar di tengah masyarakat Indonesia. Mereka berdikari membangun negeri dengan kesanggupan yang mereka miliki.
Kondisi ini tentu sangat kontras dengan pemandangan para generasi milenial yang nampak sangat asik dimanjakan oleh segala fasilitas dan kemudahannya. Semangat gotong royang membangun negeri tak membekas pada mereka. Lingkungan perkotaan tak dipungkiri telah menjadi sekat bagi generasi milenial untuk belajar mencintai kultur leluhur bangsa.
Semoga di kemudian hari semakin banyak lahir “bang Pitung-bang Pitung” lainnya yang terus menginspirasi generasi muda Indonesia.