Sleman SURYAPOS – Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (K) SBSI Korwil DIY, melakukan aksi penolakan terhadap diberlakukannya Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No 2 Tahun 2022 yang mendapat sejumlah penolakan secara masif dari sejumlah buruh dan elemen buruh, terutama yang ada di wilayah Provinsi DIY.
Dalam pemaparan sejumlah tuntutannya di depan Kepala Disnakertrans Provinsi DIY Aria Nugrahadi S.T., M.Eng., Kepala BPJS Wilayah Provinsi DIY Teguh Wiyono, Ketua Korwil (K) SBSI DIY, Dani Eko Wiyono S.T., menyampaikan jika pihaknya sangat menyesalkan dengan dikeluarkannya Permenaker No 2 Tahun 2022, yang dirasakan oleh para buruh sebagai sebuah kebijakan yang sangat menciderai mereka, dan bisa dikatakan sangat merugikan para buruh, selain terkait dengan tata cara pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) dari BPJS Ketenagakerjaan yang hanya bisa diambil ketika usia dari peserta mencapai 56 tahun, (K) SBSI Korwil DIY juga melakukan pendampingan pada sejumlah mantan karyawan dari resto Spesial Sambel SS yang sudah lebih dari setahun, berupaya untuk mencairkan dana simpanan JHT mereka di BPJS Ketenagakerjaan, namun selalu kandas.
“Dengan keluarnya Permenaker No 2 Tahun 2022 ini, bukan hanya saya sayangkan namun kami yang merupakan wadah dari para buruh akan berjuang untuk menolak pemberlakuannya, sangat miris ketika uang yang merupakan simpanan buruh selama mengabdikan dirinya di perusahaan dan ketika yang bersangkutan dilakukan PHK oleh perusahaan, uang simpanan JHT tersebut tidak bisa serta merta dikeluarkan saat itu juga, namun harus menunggu pada usia 56 tahun, ini pembodohan namanya dan seharusnya sebelum dikeluarkan aturan tersebut perlu berbicara dengan kalangan buruh beserta serikatnya, ini kesannya kog diam-diam, ada apa dengan Permenaker No 2 Tahun 2022 ini”, ujar Dani.
Lebih lanjut disampaikan oleh Dani jika, selain terkait dengan penolakan terhadap Permenaker No 2 Tahun 2022, (K) SBSI juga berharap Tim Pengawasan dan Penindakan Disnakertrans Provinsi DIY juga segera mengambil sikap terhadap permasalahan yang terjadi dari mantan karyawan resto Spesial Sambel SS sebanyak kurang lebih 2000 orang, sudah sekian tahun gajinya dipotong untuk iuran BPJS Ketenagakerjaan, namun saat terjadi pengurangan karyawan secara besar-besaran sebagai dampak dari pandemi Covid 19, hak JHT para mantan karyawan ini tidak bisa diambil, karena belum dilakukan pembayaran oleh perusahaan ke BPJS Ketenagakerjaan.
“Dan yang lebih miris lagi, owner dari perusahaan ini dengan lantang menyerukan dan mempersilahkan untuk melaporkannya ke Polisi, luar biasa ini, betapa superiornya sang owner ini….! kalau saya bisa analogikan adalah sama saja dengan mengambil duit orang dan tidak melakukan pembayaran ke BPJS Ketenagakerjaan, ini adalah pidana harus ditindaklanjuti hal ini, dan saya berharap agar Disnakertrans dan BPJS Ketenagakerjaan untuk lebih memberikan pengawasan disertai dengan tindak lanjut seperti yang diatur dalam UU, biar tidak ada sikap-sikap arogansi owner perusahaan pada karyawannya”, ungkap Dani.
Sementara itu menurut Sekretaris (K) SBSI, Feldy Kusuma menyampaikan jika, yang dilakukan oleh Menakertrans saat ini adalah keputusan yang menciderai rasa keadilan para buruh, saat harus tunduk pada sebuah aturan yang jelas-jelas merugikan bagi buruh, bagaimana tidak rugi jika, untuk mengambil uangnya sendiri yang disimpan dalam JHT harus menunggu sampai dengan usia 56 tahun.
“Yang menjadi pertanyaan saya adalah, kenapa sebegitu kejamnya untuk mengambil uang simpanan sendiri saja harus menunggu berusia 56 tahun, dimana keadilan saat ini …….?”, ujar Feldy.
Sementara itu Kepala Disnakertrans Provinsi DIY, Aria Nugrahadi S.T., M.Eng., jika pihaknya akan membawa aspirasi dari para buruh, yang berada dalam (K) SBSI DIY ke penentu kebijakan agar segera disikapi dan diambil langkah-langkah strategis.
“Karena kami bukanlah penentu kebijakan maka, aspirasi dari teman-teman akan segera kita sampaikan pada pimpinan”, ujar Aria.