GPPE 2024

Jogja Ditegur Mendagri

Ir. KPH. Bagas Pujilaksono Widyakanigara, M. Sc., Lic. Eng., Ph.D.
PASARKAYU
SaeXpo 2023 Jogja
Ir. KPH. Bagas Pujilaksono Widyakanigara, M. Sc., Lic. Eng., Ph. D.
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
 
 
Saya sedih membaca pemberitaan soal teguran Mendagri kepada 19 Provinsi, termasuk Jogja, atas penanganan pademi covid-19 yang dinilai buruk dari perspektif serapan anggaran dan insentif tenaga kesehatan (nakes), padahal anggaran sudah disediakan oleh Pemerintah Pusat.
 
Pak Tito ditulisan itu meminta maaf atas teguran tertulis yang cukup keras, dan jarang dilakukan. Saya sebagai warga Jogja sungguh malu.
 
1. Aceh
2. Sumatra Barat
3. Kepulauan Riau
4. Sumatra Selatan
5. Bengkulu
6. Kepulauan Bangka Belitung
7. Jawa Barat
8. Yogyakarta
9. Bali
10. Nusa Tenggara Barat.
11. Kalimantan Barat
12. Kalimantan Tengah
13. Sulawesi Selatan
14. Sulawesi Tengah
15. Sulawesi Utara
16. Gorontalo
17. Maluku
18. Maluku Utara
19. Papua.
 
Ngeri-ngeri sedap. Sekarang saya jadi paham mengapa disaat beban puncak pandemi covid-19 akibat gempuran second wave, faskes di Jogja hancur-hancuran, karena krisis daya tampung pasien di rumah sakit, dan fasilitas penunjang operasional faskes yang pernah langka, yaitu oxygen. Dan, penanganan pasien isoman juga tidak maksimal. Ngeri-ngeri sedap. Wajar kalau tingkat kematian harian di Jogja sangat tinggi. Masuk akal, atau ketemu ing nalar.
 
Hal chaos seperti itu tidak harus terjadi, jika memang mempunyai kemampuan berfikir krisis. 
 
Jogja harus berbenah dari sisi mental, attitude dan wawasan. Karena wawasan kerdil, membuat mental dan attitude bisa menjadi pincang. Dan sebaliknya, jika mental dan attitude miskin, wawasan luaspun tiba-tiba bisa menjadi tidak produktif.
 
Masihkah Jogja istimewa? Pertanyaan seperti ini harus menjadi pertanyaan bagi seluruh warga Jogja. Sudahkah kita puas dengan jargon-jargon Jogja memang istimewa? Atau kita mamang masih berkomitmen menjadikan Jogja betul-betul istimewa dalam artian sesungguhnya, seperti jamannya Suwargi Sampeyan Dalem ingkang Sinuhun HB IX, yaitu mensejahterakan kehidupan rakyat Jogja. Rakyat jangan dijadikan kedok untuk pencitraan politik seolah peduli wong cilik.
 
Pandemi covid-19 ini menjadi momentum bagi warga Jogja untuk mawas diri, gumregah dan bergotong-royong, golong gilig, holobis kontol baris, menjadikan Jogja bumi para wali ini menjadi bumi istimewa. Atau kita cukup puas dengan predikat Jogja sebagai provinsi miskin dengan tingkat kesenjangan sosial tinggi?
 
Rawe-rawe rantas, malang-malang putung. Sura dira jayaningrat lebur dining pangastuti.
 
Di tulisan saya ini, saya tidak sedang menyindir siapapun, karena saya sadar, bahwa kemampuan berfikir manusia itu berbeda-beda. Jangan menuntut lebih. Dan, tulisan ini tidak saya arahkan ke seseorang, namun saya arahkan ke diri saya sendiri, sebagai pijakan dan motivasi bagi saya untuk mawas diri. Apa yang bisa saya kerjakan untuk Jogja? 
 
Jujur, dalam suasana pandemi covid-19 sekarang ini, saya sangat merindukan sosok HB IX, sosok Raja besar yang merakyat dan negarawan sejati. Di mata saya sosok HB IX setara dengan Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Susuhunan Agung Hanyokrokusumo Senopati ing Ngalaga Ngabdurrahaman Syayidin Panatagama. Terimakasih.
 
Yogyakarta, 2021-07-19
BP. Widyakanigara

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

IFMAC & WOODMAC 2024