Gunungkidul (DIY), SURYAPOS.id – Sejumlah orang tua murid di salah satu Sekolah Dasar Negeri di Kapanewon Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengeluhkan adanya pungutan rutin yang dilakukan oleh komite sekolah. Setiap bulan, mereka diminta membayar uang komite sebesar puluhan ribu rupiah dengan alasan untuk kebutuhan alat tulis kantor (ATK) dan kegiatan ekstrakurikuler.
Praktik pungutan tersebut diduga menyalahi aturan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Dalam Pasal 12 huruf b, komite sekolah secara tegas dilarang melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua atau walinya.
Baca juga: Dari Seni ke Inovasi, Gari Art Festival Lahirkan Desa Digital di Gunungkidul
Salah satu wali murid, RM, mengatakan pungutan komite itu telah berlangsung selama sekitar tiga tahun. Ia menuturkan, sejak anaknya duduk di bangku kelas tiga hingga sekarang, setiap bulan ia wajib membayar iuran komite sekolah. Menurutnya, pada tahun ajaran 2025 pungutan tersebut justru naik dibanding tahun sebelumnya.
“Saya waktu itu mengikuti rapat komite di Balai Kalurahan. Di situ disampaikan kalau iuran dinaikkan dari Rp20 ribu menjadi Rp25 ribu per bulan. Katanya uang itu untuk kegiatan ekstrakurikuler seperti tari, drum band, karawitan, dan bahasa Inggris,” ujar RM saat ditemui, Sabtu (25/10/2025).
Baca juga: SNTT 2025 Menjadikan Ruang Kolaborasi Riset Berdampak Nyata di Masyarakat
RM menambahkan, dirinya tidak keberatan jika iuran tersebut memang benar digunakan untuk mendukung kegiatan ekstrakurikuler siswa. Namun, ia menilai pihak komite sekolah belum transparan dalam pengelolaan dan pelaporan dana yang dikumpulkan dari para wali murid.
“Kalau uangnya betul untuk kegiatan ekstra ya tidak masalah, tapi kan kemarin banyak kegiatan yang libur. Nah, kalau kegiatan libur, kenapa iuran malah naik? Terus uang yang dulu-dulu itu digunakan untuk apa?” kata RM mempertanyakan.
Baca juga: Waterboom Jogja Gelar Kompetisi “Angklung in Harmony #4”
Keluhan serupa disampaikan oleh wali murid lainnya, TA. Ia juga menyoroti legalitas pungutan yang dilakukan komite sekolah. Menurutnya, meskipun nominalnya relatif kecil, pungutan bulanan tetap memberatkan sebagian wali murid, apalagi di tengah kondisi ekonomi yang belum stabil.
“Kalau dibilang berat atau tidak, ya terus terang berat. Apalagi tidak ada laporan keuangan yang jelas dari pihak komite. Kami cuma tahu disuruh bayar tiap bulan tanpa tahu uangnya digunakan untuk apa,” ujar TA.
Baca juga: Pendhapa Art Space Gelar Workshop Seni Inklusif bagi Peserta Usia Anak
Selain persoalan pungutan, sejumlah wali murid juga menyoroti keberadaan perangkat desa yang diduga merangkap sebagai pengurus komite sekolah. Berdasarkan informasi yang dihimpun, pengurus komite SD Negeri tersebut diketahui merupakan pamong kalurahan dengan jabatan sebagai Ulu-Ulu dan Kaur Danarta.
Padahal, Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 Pasal 6 Ayat (4) secara tegas menyebutkan bahwa keanggotaan komite sekolah tidak boleh berasal dari unsur pemerintah desa. Dengan demikian, rangkap jabatan antara perangkat desa dan komite sekolah berpotensi melanggar ketentuan yang berlaku.
Hingga berita ini ditulis, pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan Kabupaten Gunungkidul belum memberikan tanggapan resmi terkait keluhan para orang tua murid tersebut.
