Jateng SURYAPOS – Listrik saat ini sudah menjadi kebutuhan bagi masyarakat luas sebagi penunjang kehidupan manusia baik dalam memenuhi kebutuhan Industri,hingga Rumah tangga.
Dengan meningkatnya kebutuhan Listrik secara Nasional Perusahaan Listrik Negara PT. PLN , yang memiliki tugas dalam semua aspek kelistrikan di Indonesia terus berupaya meningkatkan profesionalismenya dalam hal pemenuhan kebutuhan kelistrikan Nasional ,Salah satu pembangkit listrik yang dimiliki oleh PT PLN adalah Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang diresmikan oleh Pemerintah Jateng pada Tahun 2016 silam.
Secara kebutuhan ini sangat membatu masyarakat namun dengan adanya PLTD tersebut, namun dari sisi lain sampai sekarang ternyata masih membawa pekerjaan rumah yang serius akan dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkan.
Dari penelusuran awak media bersama DPD Kawali Jepara yang konsen mengkaji dampak-dampak lingkungan, proses pengoperasian PLTD masih ada dampak besar yang belum teratasi sampai sekarang yaitu bisingnya suara mesin diesel tersebut .
Timbulnya suara bising dari Diesel PLTD tersebut sangat jelas terasa ketika tim media dan Kawali sampai dilingkungan sekitar PLTD, Tim dari Media dan Kawali menemui warga yang rumahnya berdekatan dengan PLTD tersebut Muhid 52 th,salah satu warga Desa Kemujan Dusun Telogo RT 002 RW 003 yang rumahnya tepat disebelah selatan PLTD tersebut memaparkan bahwa dirinya telah tinggal sejak belum di bangunnya PLTD tersebut
“Saya tinggal dikampung ini sudah 16 tahun jauh sebelum adanya PLTD tersebut dibangun, tapi mereka membangun tanpa memperhatikan dampak lingkungan yang ditimbulkan langsung terhadap kami, dari pihak PLTD hanya memberikan subsidi 300rb per tahun untuk biaya pendidikan anak-anak,”ungkap Muhid.
Hal tersebut juga dibenarkan Rahmawati istri dari Muhid, bahwa sejak dibangunnya PLTD Legon Bajak di Telaga Kemujan keluarganya terkena dampak suara bising dan polusi yang ditimbulkan.
“ padahal di lingkungannya juga terdapat orang tua usia lanjut dan bayi yang tentunya rentan akan kebisingan dan polusi udaranya, sampai saat ini kami belum mendapat jaminan kesehatan dari pihak PLTD”, ucap Rahmawati.
Selain dampak lingkungan yang ditimbulkannya tersebut, ternyata dengan dibangunnya PLTD Legon Bajak Karimunjawa juga menimbulkan dampak sosial, hal itu disampaikan oleh Bambang Zakaria sebagai BPD Desa Kemujan.
Zakari menuturkan “ Bahwa PLTD Legon Bajak dibangun dengan menutup akses jalan kampung yang sudah sejak lama ada dan merupakan akses utama ke jalan utama bagi 6 kepala keluarga yang tinggal di wilayah tersebut, sehingga secara otomatis 6 KK tersebut terisolir akses jalannya dengan adanya bangunan PLTD. Akhirnya warga dengan swadaya membuat jalan setapak dengan sedikit mereklamasi pantai, yang sampai sekarang tidak ada kepedulian dari PLTD PLN TJB tentang permasalahan,tersebut,” Jelas Bambang
Sementara itu Ketua Kawali Jepara Tri Hutomo yang turun langsung bersama media untuk observasi permasalahan lingkungan yang ada di Karimunjawa membarikan tanggapannya, terkait dampak lingkungan dan sosial dari adanya bangunan PLTD Karimunjawa.Bahwa memang beberapa penelitian melaporkan bahwa operasional PLTD umumnya menimbulkan bising di permukiman dan menyebabkan keluhan masyarakat, apalagi di bangun di permukiman.
,” Tingginya kebisingan ini dipengaruhi oleh jarak rumah dengan sumber bising dan konstruksi rumah yang tidak dapat mereduksi bising.Peningkatan kebisingan PLTD tersebut disertai dengan munculnya keluhan masyarakat terutama gangguan komunikasi, gangguan fisiologis dan gangguan psikologis,”ungkap tri
Lebih lanjut menurut Tri Ketua Kawali, gangguan kebisingan sendiri dibagi dalam dua kategori, yaitu berupa gangguan auditory yaitu gangguan terhadap pendengaran dan gangguan non auditory yaitu gangguan saat berkomunikasi dan menurunnya semangat kerja akibat kelelahan dan stress bisa juga terjadi.
“Selain dampak kebisingan dan polusi yang terus menerus akan berdampak tidak baik terhadap psikis warga terdampak, apalagi didapatkan usia anak-anak balita dan usia lanjut usia yang rentan dengan gangguan kesehatan,” tutur Tri
Hal ini harus menjadi perhatian serius bagi pemangku-pemangku kebijakan dari Desa sampai Pemerintah Pusat, bahwa hak-hak untuk mendapatkan kesehatan, hak untuk hidup nyaman dan ketenangan, hak lepas dari rasa takut dan kecemasan juga merupakan hak asasi manusia tidak terkecualikan.
“Termasuk 6 kepala keluarga warga Desa Kemujan Dusun Telaga harus mendapatkan hak yang sama dengan warga lain, jangan sampai dengan dalih untuk kepentingan umum tapi hak-hak hidup mereka sebagai warga negara menjadi terabaiakan, bahkan akses jalan mereka telah ditutup oleh bangunan Indonesia Power PLTD Legon Bajak PT. Indonesia Power UB. Semarang Sub Unit Karimunjawa yang mepet perairan pantai adalah tidak dibenarkan menurut Undang-undang tata ruang sempadan pantai,”pungkas Tri,(Ming,28/11)