Yogyakarta SURYAPOS – Kebijakan yang diambil oleh Pemprov DIY dan Pemkot Yogyakarta dalam melakukan penataan kawasan Malioboro, dengan memindahkan sekitar 1.838 Pedagang Kaki Lima (PKL) di sepanjang ruas jalan yang menjadi icon Kota Yogyakarta tersebut, secara tidak langsung, dampaknya sangat dirasakan oleh sekelompok profesi yang selama ini menggantungkan hidupnya ditengah riuh rendahnya para PKL, yakni pendorong gerobak milik para PKL yang berjualan di kawasan Malioboro, yang selama ini menggantungkan hidupnya dari adanya aktivitas para pedagang di kawasan Malioboro.
Menurut salah seorang pendorong gerobak yang ditemui oleh SURYAPOS di sela-sela aksi di Kantor Gubernur DIY, Warno (47) tahun menuturkan jika dirinya bersama dengan 91 orang rekannya, datang untuk mengadukan nasib mereka yang secara langsung sangat terdampak dengan kebijakan dari Pemerintah terkait dengan relokasi para PKL Malioboro.
“Mata pencarian kami terancam hilang akibat dari relokasi PKL, karena mereka (PKL) adalah pengguna jasa kami sebagai pendorong gerobak, dengan dipindahkannya mereka, siapa yang akan menggunakan jasa kami”, ujar Warno pada SURYAPOS, Senin (31/01).
Lebih lanjut disampaikan oleh Warno jika dirinya berharap agar Gubernur DIY mau memperhatikan nasib para pendorong gerobak dengan mengikutsertakan mereka dalam sasaran relokasi, dengan diberikannya lapak untuk jualan, sehingga mereka bisa berganti profesi untuk dapat menghidupi keluarga.
Menanggapi aksi yang dilakukan oleh para pendorong gerobak, Sekretaris Daerah (Sekda) DIY Kadarmanta Baskara Aji berharap agar para PKL Malioboro yang dulu menggunakan jasa para pendorong gerobak dan saat ini sudah memiliki jatah lapak di Teras Malioboro, seyogyanya untuk bisa memberdayakan mereka dengan cara mempekerjakan mereka kembali untuk membantu para PKL berjualan.
“Bisa saja mereka dipekerjakan kembali oleh teman-teman PKL, kalau dulu sebagai pendorong gerobak maka sekarang bisa menjadi tenaga bantu yang lain, misal “asah-asah” (cuci piring) kan bisa, kalau diperlukan mereka bisa dilatih sebagai tenaga asah-asah yang baik”, ujar Aji.
Saat dikonfirmasi terkait dengan harapan para tenaga dorong gerobak untuk mendapatkan jatah pembagian lapak, secara tegas Aji menyampaikan jika, lapak jualan yang ada di Teras Malioboro 1 dan 2 hanya diberikan kepada para PKL Malioboro yang sudah terdaftar.
“Lapak itu hanya untuk pedagang yang sudah ada saja”, tegas Aji.
Sementara itu menurut Kepala Divisi Penelitian Lembaga Bantuan Hukum (LBH) DIY, Era H Pasarua saat ditemui di sela-sela mendampingi aksi para pendorong gerobak di Kantor Gubernur DIY menyampaikan jika, seharusnya Pemprov DIY menyertakan mereka dalam dokumen perencanaan relokasi PKL Malioboro, sehingga mereka tidak terancam kehilangan pekerjaan.
“Dengan dituangkan di dalam dokumen perencanaan, maka itu akan menjadi sebuah tanggung jawab Pemerintah terhadap rakyatnya”, ujar Era pada SURYAPOS.
Memang diperlukan sebuah persamaan persepsi antara Pemerintah dengan masyarakat yang menjadi obyek dalam penataan Kawasan Malioboro, sehingga didapatkan sebuah hasil yang maksimal dari sebuah harapan dan kesadaran, bahwa Yogyakarta adalah Kota Wisata, yang sebagian besar perputaran ekonominya ditentukan dari keberlangsungan sektor pariwisata.