Sosial Budaya

Catatan Pagi SURYAPOS, “Kebebasan Berpendapat Yang Bertanggung Jawab”.

Gonjang-ganjing akhir-akhir ini yang disebabkan oleh pernyataan-pernyataan yang mengandung ujaran kebencian sehingga menyinggung tentang Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan membuat ketidaknyamanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yang dibangun oleh para pendiri bangsa ini dengan merangkai keanekaragaman, menjadi satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan.

Sangat disayangkan apa yang sudah dilontarkan oleh sejumlah tokoh-tokoh politik, yang sudah seharusnya juga ikut menjaga persatuan dan kesatuan dalam sebuah kehidupan berbangsa dan bernegara, yang dibingkai dalam Bhineka Tunggal Ika.

Dua pernyataan yang akhir-akhir ini menjadi gunjingan publik seantero negeri yakni pernyataan dari Politisi, Arteria Dahlan, yang dianggap menyinggung perasaan masyarakat Sunda dan pernyataan dari Edi Mulyadi, yang membuat geram masyarakat Kalimantan, meski akhirnya kedua orang tokoh politik ini harus meminta maaf atas apa yang sudah diucapkan oleh keduanya, namun tidak serta merta menghentikan gelombang tuntutan pada jajaran Kepolisian, agar melakukan langkah-langkah hukum pada keduanya, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.

Belajar dari hal tersebut diatas, meski saat ini, kita semua berada dalam fase kebebasan dalam menyampaikan pendapat, sesuai dengan yang diamanatkan oleh Undang Undang Dasar (UUD) 1945 dan Undang Undang (UU) No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), namun dalam tata cara penyampaian pendapat juga sudah diatur dalam Peraturan Kapolri (Perkap) No 7 tahun 2012, tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum, dan hal ini yang sering sekali dilupakan, saat euforia kebebasan itu datang pranata sosial pun diterjang, hingga suatu statement bisa membuat sebuah kegaduhan di masyarakat, statement yang tidak pernah dikontrol, yang mengatasnamakan sebuah kebebasan dalam penyampaian sebuah pendapat, tanpa melakukan kehati-hatian pada pemilihan kosa katanya.

Saat ini, siapapun lebih bebas untuk menyampaikan dan mengemukakan pendapat, saran serta kritik dan sudah selayaknya kita harus bisa membedakan dimana kritik dan saran, serta dimana ujaran yang menjurus pada kebencian, sehingga bisa menimbulkan resistensi, kita semua tahu bahwasanya sebuah kritik yang baik selayaknya disertai dengan dalil dan fakta yang valid, bukan berdasarkan pada kebencian terhadap sosok seseorang, atau kelompok yang lain sehingga kedepannya dari kritik tersebut bisa lahir sebuah perbaikan-perbaikan yang diinginkan bersama.

Sudah selayaknya para tokoh-tokoh yang dikenal publik untuk lebih berhati-hati dalam melempar sebuah statement, kritik maupun saran, pilih kosa kata yang tidak mempunyai resiko untuk menyakiti orang atau kelompok lain, karena disadari ataupun tidak, benar itu ada 2 yakni, benar bagi diri sendiri dan benar bagi khalayak umum, apabila kita meyakini kebenaran yang datang dari diri sendiri, belum tentu kebenaran tersebut menjadi benar bagi khalayak umum, untuk itu sudah seharusnya kita semua melakukan introspeksi diri, berbeda dalam berpendapat itu sah, karena itu bagian dari sebuah keseimbangan, namun yang patut digarisbawahi adalah, jangan sampai perbedaan ini tumbuh menjadi bibit-bibit kebencian, yang akan menghancurkan tatanan kerukunan yang sudah dibangun oleh para pendiri bangsa, dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.

Semoga kejadian keseleo lidah dari tokoh-tokoh publik ini bisa sebagai pelajaran hidup dan menjadikan kita semua anak bangsa hidup dalam indahnya perbedaan serta keragaman, demi sebuah cita-cita besar, seperti yang diinginkan oleh para pendiri bangsa ini, tanpa mengerdilkan makna dari demokrasi.

Yogyakarta, 28 Januari 2022.

Exit mobile version